2.9.10

Jalan Terbaik


Semuanya berawal dari pertemuan itu. Tepat tanggal 10 November 2010, Aku bertemu dengannya. Tak ada yang aneh pada pertemuan yang pertama itu. Tapi kian hari aku merasakan rasa yang berbeda. Tidak sebatas rasa pertemanan. Rasa yang setiap manusia pernah mengalaminya. Rasa yang memiliki kombinasi yang menarik. Yaa, rasa itu adalah rasa CINTA.
Aku tak mengerti mengapa aku cinta kepada dia.

Beberapa minggu berlalu, aku benar-benar tak bisa memendam rasa cinta yang meggebu-gebu. Tapi aku baru sadar bahwa dia mencintai wanita lain. Wanita yang dikenalnya jauh lebih dulu dibandingkan aku. Perhatiannya kepada wanita itu sungguh berbeda dengan apa yang dia lakukan untukku. Tak pernah dia menanyakan "Apa kamu sudah makan siang?". Kalimat itu setiap hari ku dengar, tapi kalimat itu bukan untukku. Tapi untuknya.

Aku benar-benar dibuat bingung, tiap hari aku mencoba membunuh rasa cintaku kepadanya. Tapi itu sia-sia. Semakin hari, aku semakin mencintainya. Hingga terkadang aku melupakan Sang Khalik.

Aku bingung, siapa yang dapat menuntunku menyelesaikan masalah batin ini. Aku diantara dua pilihan yang benar-benar sulit. Pilihan yang pertama, aku tetap mencintainya tapi aku harus sadar bahwa dia sudah mencintai wanita lain. Pilihan yang kedua, aku berhenti mencintainya tapi itu pasti akan sulit.

Akhirnya aku kembali kepada Sang Khalik, aku mengadu sambil menangis tersendu-sendu. Menceritakan semua yang kurasa. Setelah shalat istikharah aku pun tidur.

Aku mendapatkan diriku berada di sebuah acara pernikahan. Ku dekati kursi pelaminan. Dan ku pandangi kedua mempelai tersebut. Awalnya terlihat buram, tapi semakin dekat-semakin dekat. Aku dapat menatap sepasang manusia tengah bahagia disana. Dan ternyata mempelai pria-nya adalah Dia, dia yang selalu ku cintai. Tapi yang duduk disampingnya bukanlah aku. Melainkan wanita itu.

Aku terbangun, dan aku baru sadar bahwa aku tadi bermimpi. Lalu aku shalat subuh. Kulanjutkan dengan berangkat ke kantor. Ketika aku menaruh tas. Tepat di sebelah tasku. Ada secarik surat berpita hitam. Ku buka surat itu perlahan-lahan. Ku resapi setiap kata yang ada tertulis dikertas itu. Dan aku baru sadar bahwa itu adalah surat undangan pernikahan dia dengan wanita tersebut. Badanku lemas, dan aku tak dapat menyembunyikan rasa sedih dan kecewa. Tak terasa air mataku menetes tak terkendali. Aku menangis. Tapi aku pun berterima kasih kepada Engkau, Ya Allah. Karena telah menunjukkan jalan yang terbaik untukku. Terima Kasih Ya Rabb

0 komentar:

Posting Komentar